Salsabil Fadhilah Asywaq salsabilfadhilah2003@gmail.com
abstrak
Perundungan dan senioritas di pesantren, bagaikan luka tersembunyi di balik jubah putih, menjadi fenomena kelam yang tak hanya merenggut hak dan mematahkan semangat santri, tetapi juga membawa dampak jangka panjang yang kompleks dan destruktif bagi individu, pesantren, dan masyarakat. Dampak psikologis perundungan dan senioritas di pesantren meliputi trauma mendalam, depresi, kecemasan, PTSD, dan hilangnya rasa percaya diri. Dampak sosiologisnya memicu stigma negatif, merusak hubungan antar santri, dan memicu budaya kekerasan. Dampak fisiknya membawa luka fisik dan psikosomatis, serta menghambat perkembangan fisik dan mental santri. Dampak akademiknya menyebabkan penurunan prestasi belajar, konsentrasi terganggu, dan hilangnya minat belajar. Jangka panjangnya, fenomena ini mencoreng citra pesantren, memicu krisis kepercayaan terhadap agama, dan memperparah masalah sosial dan moral di masyarakat. Upaya pemberantasan perundungan dan senioritas di pesantren mutlak dilakukan. Diperlukan langkah-langkah preventif dan edukatif yang melibatkan semua pihak, mulai dari keluarga, pesantren, masyarakat, hingga pemerintah. Membangun pesantren yang aman, inklusif, dan ramah bagi semua santri adalah kunci untuk mencegah luka mendalam ini terulang kembali.
Dampak psikologis
Korban perundungan dan senioritas di pesantren mengalami trauma psikologis dan luka fisik. Berbagai manifestasi trauma ini dapat termasuk depresi, kecemasan, rendah diri, dan bahkan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Korban perundungan dan orang tua sering mengalami ingatan traumatis berulang. Hal ini dapat mengganggu mereka berkonsentrasi dan melakukan aktivitas sehari-hari mereka. Mereka juga dihantui oleh ketakutan, ketakutan, dan rasa tidak aman, yang membuat sulit bagi mereka untuk bergaul dan berinteraksi satu sama lain. Kecemasan dan depresi juga dapat muncul pada korban karena senioritas dan depresi mereka. Mereka dapat mengalami gangguan psikologis akibat perasaan tidak berharga, putus asa, dan sedih. Kehidupan mereka juga dapat terganggu oleh kecemasan yang berlebihan dan ketakutan yang tidak beralasan. Perundungan dan senioritas berdampak paling parah pada korban: mereka kehilangan harga diri.
Dampak sosiologis
Perundungan dan senioritas di pesantren memiliki konsekuensi sosial yang signifikan selain korban. Teman sebaya korban perundungan dan senioritas sering kali menjauhkan dan menjauhkan mereka, yang dapat menghambat kehidupan sosial dan emosional mereka. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa tidak diterima, kesepian, dan terisolasi dari lingkungan sosial mereka. Selain itu, Stigmatisasi negatif yang diberikan kepada korban dapat memperburuk keadaan mereka, membuat mereka merasa malu dan tidak berharga. Bagi korban, dampak sosial perundungan dan senioritas di pesantren dapat memiliki efek jangka panjang. Oleh karena itu, membangun lingkungan pesantren yang inklusif dan toleran sangat penting. Ini juga penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya interaksi sosial yang positif dan saling menghormati.
Dampak fisik
Penurunan dan senioritas di pesantren memiliki dampak fisik yang signifikan selain kerusakan psikologis dan sosial. Kekerasan dan intimidasi yang dialami korban perundungan dan senioritas sering menyebabkan luka-luka dan penyakit. Luka fisik yang disebabkan oleh senioritas dan perundungan dapat berupa memar, luka sayat, patah tulang, dan bahkan luka bakar. Korban perundungan dan individu berusia lanjut dapat mengalami cacat permanen atau bahkan kematian dalam situasi ekstrim. Kesehatan fisik korban juga dapat terpengaruh oleh stres dan trauma yang disebabkan oleh status perundungan dan usia tua. Sakit kepala, sakit perut, insomnia, dan penurunan sistem kekebalan tubuh adalah masalah umum bagi pasien perundungan dan orang tua. Ini meningkatkan kemungkinan terkena penyakit dan infeksi. Korban perundungan dan orang tua dalam beberapa kasus dapat mengalami gangguan makan, seperti anoreksia.
Dampak akademik
Perundungan dan senioritas di pesantren memiliki konsekuensi akademik yang signifikan selain trauma psikologis dan sosial. Korban perundungan dan senioritas sering mengalami penurunan prestasi akademik atau bahkan putus sekolah. Trauma psikologis dan stres yang disebabkan oleh senioritas dan perundungan dapat mengganggu fokus dan konsentrasi korban saat belajar. Ini dapat membuat sulit bagi mereka untuk memahami pelajaran dan menyelesaikan tugas sekolah. Mereka juga dapat merasa tidak nyaman dan tidak aman saat belajar karena kecemasan, depresi, dan rasa tidak berharga. Senioritas dan korban perundungan juga sering mengalami intimidasi dan bullying di kelas. Hal ini dapat menyebabkan mereka semakin tertinggal dalam pelajaran dan enggan untuk bertanya dan berpartisipasi. Trauma dan stres yang disebabkan oleh perundungan dan
Dampak jangka panjang
Perundungan dan senioritas di pesantren bukan hanya tragedi bagi korban, tetapi juga membawa dampak jangka panjang yang merenggut citra dan masa depan pesantren. Luka mendalam yang ditimbulkan dari aksi penindasan ini tak hanya berbekas pada korban, tetapi juga mencoreng reputasi pesantren sebagai institusi pendidikan agama yang dihormati. Masyarakat akan mempertanyakan kredibilitas dan integritas pesantren yang menaungi aksi penindasan ini. Hal ini dapat berakibat pada penurunan minat calon santri dan hilangnya kepercayaan dari donatur dan pemangku kepentingan lainnya. selain itu, perundungan dan senioritas mencoreng citra pesantren sebagai tempat suci dan aman untuk belajar dan mendalami agama. Stigma negatif ini akan sulit dihilangkan dan dapat menghambat kemajuan pesantren di masa depan. Korban perundungan dan senioritas dapat mengalami trauma psikologis yang berkepanjangan, seperti depresi, kecemasan, dan post-traumatic stress disorder (PTSD). Trauma ini dapat mengganggu kehidupan mereka di masa depan, baik secara akademis, sosial, maupun personal. Suasana pesantren yang diwarnai perundungan dan senioritas akan membuat para santri merasa tidak nyaman dan tidak aman. Hal ini dapat mengganggu proses belajar mengajar dan menghambat perkembangan mental dan spiritual mereka. Perundungan dan senioritas dapat mematahkan semangat dan potensi santri untuk berkembang. Dampak-dampak ini menunjukkan bahwa perundungan dan senioritas di pesantren bukan hanya masalah internal, tetapi juga memiliki konsekuensi jangka panjang yang luas.
Dampak bagi pesantren
Perundungan dan senioritas di pesantren bagaikan luka yang menggerogoti fondasi institusi pendidikan agama ini. Tidak hanya membawa trauma bagi korban, fenomena ini juga menimbulkan dampak destruktif bagi pesantren secara keseluruhan. Stigma negatif dan berita buruk tentang perundungan dan senioritas di pesantren dapat mencoreng citra dan reputasi pesantren di mata masyarakat. Hal ini dapat berakibat pada penurunan minat calon santri, hilangnya kepercayaan dari donatur dan pemangku kepentingan lainnya, serta terhambatnya perkembangan pesantren di masa depan. selain itu, suasana pesantren yang diwarnai perundungan dan senioritas akan membuat para santri merasa tidak nyaman dan tidak aman. Hal ini dapat mengganggu proses belajar mengajar, menghambat perkembangan mental dan spiritual para santri, dan memicu eksodus santri dari pesantren. Perundungan dan senioritas dapat menciptakan suasana belajar yang tidak kondusif, mengganggu fokus dan konsentrasi santri, dan memicu stres dan kecemasan pada diri mereka. Hal ini dapat berakibat pada penurunan prestasi belajar dan mental santri. Perundungan dan senioritas dapat mematahkan semangat dan potensi santri untuk berkembang, korban yang trauma dan tertekan mungkin tidak dapat mencapai potensi penuh mereka dalam belajar dan berkarya. Hal ini merupakan kerugian besar bagi pesantren dan bangsa. Perundungan dan senioritas di pesantren bukan hanya masalah internal, tetapi juga memiliki konsekuensi serius bagi kelangsungan hidup pesantren dan masa depan para santri. Menangani masalah ini dengan serius dan mengambil langkah-langkah preventif dan edukatif adalah kunci untuk menjaga citra pesantren.
Dampak masyarakat
Perundungan dan senioritas di pesantren bukan hanya tragedi yang merenggut hak dan mematahkan semangat santri, tetapi juga membawa dampak yang melampaui tembok pesantren dan merembes ke dalam masyarakat. Fenomena ini bagaikan luka yang tak hanya menggerogoti fondasi pesantren, tapi juga meracuni kepercayaan dan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Stigma negatif tentang pesantren sebagai tempat yang tidak aman dan penuh kekerasan dapat merusak citra pesantren di mata masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan keraguan tentang kredibilitas pesantren sebagai institusi pendidikan agama dan memicu krisis kepercayaan terhadap nilai-nilai agama yang diajarkan di pesantren. Di sisi lain, Perundungan dan senioritas di pesantren dapat membuat orang tua ragu untuk menyekolahkan anak-anak mereka di pesantren. Ketakutan akan keamanan dan keselamatan anak-anak mereka dapat menghambat minat masyarakat untuk mempercayakan pendidikan agama anak-anak mereka kepada pesantren. Stigma tentang santri yang lemah dan mudah ditindas dapat diperkuat oleh fenomena perundungan dan senioritas. Hal ini dapat memicu diskriminasi dan perundungan terhadap santri di luar lingkungan pesantren, memperparah stereotipe negatif yang melekat pada mereka. akibatnya, menurunkan kualitas sumber daya manusia yang paham agama sehingga berpotensi menghasilkan generasi ulama dan tokoh agama yang kurang berkualitas. Hal ini dapat berakibat pada melemahnya peran pesantren dalam membimbing dan mencerahkan masyarakat. Budaya perundungan dan senioritas di pesantren dapat memicu dan memperparah masalah sosial dan moral di masyarakat, seperti bullying, kekerasan, dan intoleransi. Hal ini dapat menghambat terciptanya masyarakat yang harmonis, damai, dan bermoral.
daftar rujukan :
https://www.jurnalfai-uikabogor.org/index.php/fikrah/article/download/448/pdf
https://jurnal.inkadha.ac.id/index.php/kariman/article/download/252/180/799
https://jurnal.stituwjombang.ac.id/index.php/UrwatulWutsqo/article/download/1061/487