SUARA YANG TERBUNGKAM: MENGUNGKAPKAN KETIDAKADILAN GENDER DI SMA DAN MEMPERKUAT PEREMPUAN DAN ANAK PEREMPUAN

Annisa Alya Risaiani, annisa.alya.2301216@students.ac.id

Dalam lingkungan sekolah menengah atas (SMA), ketidakadilan gender sering kali terjadi tanpa disadari atau diabaikan. Siswa perempuan seringkali menghadapi perlakuan berbeda dari guru, baik dalam bentuk ekspektasi yang lebih rendah maupun umpan balik yang kurang positif. Sejak setahun terakhir banyak sekali kasus pelecehan yang terjadi di dunia pendidikan khususnya SMA dan sederajat, perempuan di SMA rentan terhadap pelecehan atau pelecehan seksual, baik oleh sesama siswa maupun oleh staf sekolah. Banyak kasus pelecehan ini tidak dilaporkan karena stigma dan ketakutan akan pembalasan. Dampak psikologis dari pelecehan semacam ini dapat merusak kepercayaan diri dan motivasi belajar siswa perempuan, serta mengganggu lingkungan belajar yang seharusnya aman dan mendukung.

Masalah Ketidakadilan Gender di SMA

Pengalaman pelajar di sekolah menengah atas (SMA) menunjukkan bahwa masalah ketidakadilan gender masih terjadi. Berdasarkan studi, pelajar perempuan di SMA lebih sering mengalami diskriminasi dan kesukaran dalam pembelajaran kimia, matematika, dan fisika, serta kesulitan dalam memperoleh prestasi tinggi di ujian. Hal ini mungkin disebabkan oleh pembagian peran secara seksual yang tidak sama, yang menciptakan kesenjangan keadaan dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Pada tingkat pendidikan, perlu dilakukan perubahan dalam kurikulum untuk mempromosikan gender equality, melalui pengembangan interpersonal dan systemic skills yang mencakup sociocultural, historical, dan political influences. Hal ini akan membantu mengubah stereotip dan prejudis yang mungkin menyebabkan stigmatisasi dan menyebabkan keadaan yang negatif bagi individu LGBTQIA+

Gender bias   

Gender bias merupakan perlakuan bias, atau memihak pada salah satu gender dan menyepelekan atau merendahkan gender lain. Hal ini dapat kita lihat dikehidupan nyata dalam penunjukan kepengurusan OSIS: Terkadang, dalam pemilihan pengurus OSIS, terjadi bias gender di mana posisi-posisi kunci lebih sering diberikan kepada siswa laki-laki daripada siswi perempuan, meskipun kualifikasi dan kemampuan keduanya sama. hal ini banyak terjadi di berbagai kasus, dan terkadang pelaku maupun korban tidak sadar akan hal tersebut.

Pelecehan seksual dan pelecehan verbal

            Pelecehan seksual dan pelecehan verbal di SMA adalah dua bentuk kekerasan seksual yang dapat berupa pelecehan fisik, nonfisik, atau visual. Pelecehan seksual dapat berupa pelecehan fisik yang dilakukan dengan mengarahkan perilaku seksual yang tidak dikehendaki atau tidak diinginkan oleh korbannya, sedangkan pelecehan verbal adalah serangkaian tindakan yang merujuk atau berkonotasi pada tindakan atau perilaku atau berucap pada hal seksual yang tanpa adanya sentuhan fisik secara langsung antara diri pelaku dan diri korban.

Dalam hukum, pelecehan seksual dan pelecehan verbal termasuk dalam kategori kekerasan seksual dan dapat dipidana. Pasal 315 KUHP mengatur bahwa tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan.

Perbedaan perlakuan dalam kedisplinan

            Termasuk dalam aspek bias gender, terkadang perlakuan kedisiplinan di dalam sekolah khususnya SMA seringkali membedakan gender antara siswa dan siswi dengan pelanggaran yang sama, misal dalam kasus hukuman fisik, siswa laki-laki mungkin lebih cenderung menerima hukuman fisik yang lebih keras dibandingkan siswi untuk pelanggaran yang sama. Hal ini bisa disebabkan oleh stereotip gender yang menganggap siswa laki-laki lebih “kasar” atau “sulit diatur” dibandingkan siswi. Masalah ini tidak hanya tidak adil, tetapi juga berpotensi merugikan bagi perkembangan siswa. Hukuman fisik yang lebih keras dapat menyebabkan trauma dan kecemasan, serta berpotensi meningkatkan risiko perilaku agresif atau menyimpang di masa depan.

Solusi dan strategi memperkuat Perempuan dan anak Perempuan

            Solusi dan strategi memperkuat suara perempuan dan anak perempuan dalam tingkah pendidikan Sekolah Menengah atas salah satunya yakni strategi komunikasi keluarga, dimana strategi ini merupakan upaya orang tua dan anak untuk memperkuat perempuan dan anak perempuan dalam konteks isu ketidakadilan gender. Strategi komunikasi keluarga merujuk pada pola komunikasi keterbukaan, sikap empatik, sikap mendukung, sikap positif dan sikap kesetaraan dalam berkomunikasi anggota keluarga demi kesetaraan dan keadilan anak perempuan.

Pengembangan keterampilan dan kemampuan

            Dengan memberikan pelatihan TIK yang merata kepada semua siswa, termasuk kaum perempuan, SMA dapat menjadi tempat di mana kesempatan pendidikan dan pengembangan keterampilan teknologi tidak lagi menjadi hak istimewa bagi satu gender saja. Selain itu, dengan menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung, sekolah dapat menginspirasi kaum perempuan untuk mengejar minat dan aspirasi mereka dalam bidang TIK, membantu mengurangi kesenjangan gender dalam industri teknologi di masa depan.

Advokasi dan komunikasi

Advokasi dan komunikasi yang efektif memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender dan dampak masyarakat patriarki terhadap kehidupan perempuan. Melalui berbagai media, termasuk media sosial dan acara-acara yang berkaitan dengan isu gender, pesan-pesan tentang pentingnya kesetaraan dan penyebaran informasi tentang bagaimana struktur patriarki memengaruhi kehidupan sehari-hari perempuan dapat disebarkan secara luas. Media sosial menjadi platform yang kuat dalam menyuarakan isu-isu gender dan memobilisasi dukungan masyarakat. Dengan menghasilkan konten yang relevan dan menarik serta menggunakan tagar dan kampanye yang tepat, advokat gender dapat mencapai audiens yang lebih luas dan memperkuat gerakan kesetaraan gender.

Saran: dalam menanggapi masalah ketidakadilan gender khususnya dalam dunia pendidikan, kita tidak bisa lagi menganggap remeh terkait terbungkamnya Kita perlu mengakui bahwa terbungkamnya suara-suara perempuan dalam konteks pendidikan adalah bukti konkret dari sistem patriarki yang masih berakar kuat dalam masyarakat. Melalui langkah-langkah konkret, seperti mendorong partisipasi aktif perempuan dalam kelas, memberikan peluang yang sama untuk belajar, dan menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, kita dapat melangkah menuju pendidikan yang benar-benar setara dan adil bagi semua. Itu berarti tidak hanya memberikan peluang bagi perempuan untuk belajar, tetapi juga mendukung mereka dalam mengembangkan potensi mereka penuh, tanpa terhalang oleh batasan-batasan gender yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Dandi Juliantara, et.al. (2021, November). Analisis Viktimologis Pelecehan Seksual Verbal di Wilayah Hukum Kota Malang (Studi di Polresta Kota Malang). UMM Scientific Journals. https://ejournal.umm.ac.id/index.php/ilrej/article/download/17754/10088

Hukumonline. (2023, June 12). Bisakah Pelecehan Seksual verbal Dipidana? Hukumonline: Satu Platform untuk Semua Kebutuhan Hukum. https://www.hukumonline.com/klinik/a/bisakah-pelecehan-seksual-verbal-dipidanalt4fd56b697f5d4/

Muh. Khaerul Watoni A., Hairil Wadi, Hamidsyukrie ZM. (2020). Penerapan Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan Pada Siswa Di SMAN 5 Mataram.

One moment, please... (n.d.). One moment, please… https://bureaucracy.gapenaspublisher.org/index.php/home/article/download/169/188

Rustan Efendy Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare. (2014, September). KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN. Neliti. https://media.neliti.com/media/publications/285734-kesetaraan-genderdalam-pendidikan-b62e742e.pdf

Wahyuni, W. (2022, August 15). Jerat Hukum Pelaku Pelecehan Seksual Secara verbal. hukumonline.com. https://www.hukumonline.com/berita/a/jerat-hukum-pelakupelecehan-seksual-secara-verbal-lt62fa3f7fe44ae/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *