Hukuman Pelaku Korupsi: Antara Ketentuan dan Polemik

Ahmad Iqbal Febriyanto, ahmad.iqbal.2301216@students.um.ac.id

Abstrak: Korupsi merupakan salah satu tindak pidana tertentu yang bersifat serius, terorganisir yang telah menimbulkan masalah dan ancaman serius, karena dapat membahayakan stabilitas dan keamanan negara. Keberhasilan dalam pemberantasan korupsi juga bergantung kepada mereka yang mau mengungkapkan kebenaran. Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai aparat penegak hukum dalam perkara tindak pidana korupsi dan berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi, namun menurut UU Peradilan Militer, KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi oleh anggota TNI dikarenakan KPK bukan termasuk penyidik militer. Lain halnya apabila terjadi koneksitas dan/atau Operasi Tangkap Tangan (OTT). Dalam perkara tersebut KPK dimungkinkan untuk melakukan pemeriksaan dan mengusut setiap orang yang terlibat. Timbul permasalahan apabila KPK tidak berwenang melakukan pemeriksaan, bagaimana mekanisme pemeriksaan tersebut ditinjau dari peraturan perundang-undangan. Serta bagaimana pula mekanisme pemeriksaan terhadap perkara koneksitas dan/atau OTT oleh KPK.

Catatan
Warna ⇒ menjelaskan tema utama

Warna ⇒ menjelaskan kondisi yang sekarang

Warna ⇒ menjelaskan ringkasan tulisan yang kita buat

(RP1) Pendahuluan

            Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang merajalela di tanah air selama ini tidak saja merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tipikor tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa, tetapi telah menjadi kejahatan luar biasa.1 Metode konvensional yang selama ini digunakan terbukti tidak bisa menyelesaikan persoalan korupsi yang ada di masyarakat, maka penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara luar biasa.

(RP2) Jenis-jenis Hukuman Pelaku Korupsi

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUTipikor) mengatur berbagai jenis hukuman bagi para koruptor, di antaranya:

  • Pidana Penjara: Hukuman ini dapat bervariasi tergantung tingkat keparahan dan nilai kerugian negara yang ditimbulkan. Hukuman minimal untuk korupsi adalah 4 tahun penjara, dan maksimalnya adalah penjara seumur hidup.
  • Denda: Selain hukuman penjara, koruptor juga dapat dikenakan denda dengan jumlah yang bervariasi, mulai dari Rp50 juta hingga Rp1 miliar.
  • Pencabutan Hak Politik: Hak politik koruptor, seperti hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik, dapat dicabut selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman.
  • Pengganti Kerugian Negara: Koruptor diwajibkan untuk mengganti kerugian negara yang ditimbulkannya.
  • Penjara Subsider: Dalam beberapa kasus, pidana penjara dapat diganti dengan pidana denda subsider, di mana koruptor harus membayar sejumlah uang per hari untuk menggantikan hukuman penjara.

(RP3) Polemik dan Perdebatan

Hukuman bagi pelaku korupsi di Indonesia kerap menjadi perdebatan. Ada pihak yang menilai hukuman tersebut masih terlalu ringan dan belum memberikan efek jera yang cukup. Di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa hukuman yang berat dapat melanggar hak asasi manusia.

(RP4) Perkembangan Terbaru

Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Peraturan MA (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penjatuhan Pidana Penjara Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi. Perma tersebut mengatur kategori hukuman yang lebih detail dan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti nilai kerugian negara, peran terdakwa, dan dampak perbuatannya.

(RP5) Upaya Pemberantasan Korupsi:

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK): Lembaga independen yang berperan penting dalam penindakan korupsi melalui operasi tangkap tangan, penyidikan, dan penuntutan. KPK telah menunjukkan keberhasilan dalam menjerat koruptor besar, namun kinerjanya sering dikritik karena dianggap tidak adil dan selektif.

(RP6) Pandangan Masyarakat:

  • Dukungan: Masyarakat umumnya mendukung upaya pemberantasan korupsi, dan mengharapkan KPK dapat bekerja secara independen dan efektif.
  • Kekecewaan: Di sisi lain, banyak masyarakat yang kecewa dengan lambatnya proses pemberantasan korupsi dan masih maraknya korupsi di berbagai sektor.
  • Kekhawatiran: Ada juga kekhawatiran bahwa pemberantasan korupsi dapat disalahgunakan untuk kepentingan politik tertentu.

(RP7) Kesimpulan

Pemberantasan korupsi merupakan upaya yang kompleks dan membutuhkan komitmen dari semua pihak. Dengan terus meningkatkan upaya pencegahan, penindakan, dan edukasi, diharapkan Indonesia dapat terbebas dari jeratan korupsi dan mewujudkan good governance.

Referensi:

[1]Ridwan dan Wijayanto.2009.Korupsi Mengkorupsi Indonesia.Jakarta.Gramedia Pustaka Utama. Hlm 9

[2]Syahroni,dkk.2018.Korupsi, Bukan Budaya Tetapi Penyakit.Yogyakarta.CV Budi Utama. Hlm 13

[3]Ibid. Hlm 103

[4]Cantika Adinda Putri.BPK: Kerugian Negara Dari Kasus Jiwasraya Sudah Diketahuihttps://www.cnbcindonesia.com/ diakses pada 7 Mei 2020 pukul 16.00

[5]https://knoema.com/atlas/Indonesia/Corruption-perceptions-index diakses pada 7 Mei 2020 pukul 14.00

[6]Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 Tahun 1999

[7]Arum Sutrisni Putri,UU Tipikor dan Upaya Pemberantasan Korupsi, https://www.kompas.com/ diakses pada 28 April 2020 pukul 16.00 WIB

[8]Nur.Menggapai Hukum Pidana Ideal.Yogyakarta.DeePublish. hlm 320

[9]Rasyid.Fiqh Islam.Bandung.Sinar Baru Algensindo. Hlm 441

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *