Tradisi dan Makna Budaya di Balik Lempah Kuning : Simbolisme dan Nilai dalam Kuliner Nusantara 

Zharifah Maulidina

zharifahmaulidina@gmail.com

Abstrak Dibalik sebuah kuliner tradisional Nusantara mengandung tradisi dan makna budaya yang terkandung didalamnya, khususnya Lempah Kuning. Saat ini nilai – nilai tersebut masih mencerminkan identitas, kebiasaan dan sejarah masyarakat Bangka Belitung. Selain itu, hingga saat ini tradisi – tradisi dan budaya yang menjadi identitas masyarakat Bangka Belitung masih terus dilestarikan dan dijalankan. Dengan terus dilestarikan tradisi dan budaya di Bangka Belitung ini akan memberi kontribusi dalam melestarikan kekayaan kuliner Indonesia dan mempromosikan warisan budaya Nusantara secara lebih luas. Lempah kuning khususnya dapat menjadi simbol kebiasaan kuliner, simbol kebersamaan, simbol Identitas serta simbol pengetahuan.

Catatan
Warna ⇒ menjelaskan tema utama

Warna ⇒ menjelaskan kondisi yang sekarang

Warna ⇒ menjelaskan ringkasan tulisan yang kita buat

(RP 1) Pengertian Budaya

Pada kamus besar bahasa Indonesia, Culture (budaya) dijelaskan sebagai: pikiran, adat istiadat, atau sesuatu yang sudah berkembang atau melekat, sesuatu yang telah menjadi kebiasaan yang susah untuk diubah pada masyarakat. Secara etimologis kata “budaya” atau pada bahasa Inggris dikenal dengan “Culture” merupakan berasal dari kata “colere” pada bahasa Latin yang memiliki arti “mengolah” atau “mengerjakan” sesuatu yang berkaitan dengan alam (cultivation). Dalam bahasa Indonesia, kata budaya berasal dari kata “buddhayah” pada bahasa Sanskerta .

(RP 2) Pengertian Tradisi

Tradisi pada kamus antropologi memiliki arti suatu kebiasaan yang bersifat magis-religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi mengenai nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan aturan yang saling berhubungan satu sama lain, dan selanjutnya menjadi sebuah sistem atau peraturan yang mantap serta mencakup segala konsep sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan sosial. 

Pada Kamus Bahasa Indonesia tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang terus dilestarikan dan masih dijalankan dalam masyarakat daerah tersebut. Sedangkan menurut Piotr Sztompka pada tahun 2011 tradisi merupakan suatu keseluruhan bagi hidupnya baik berupa gagasan, material maupun benda yang bersumber dari masa yang telah  lampau,  akan  tetapi  hal tersebut  masih  ada  hingga sekarang dan masih terus dilestarikan dengan baik.

(RP 3) Lempah Kuning Sebagai Simbol Kebiasaan Kuliner Masyarakat Bangka Belitung

Menurut seorang budayawan Bangka Belitung, yaitu Bapak Sukardi, beliau menjelaskan bahwa, “Hidangan kuliner Lempah kuning itu sudah ada dimulai dari zaman nenek moyang kita dan seiring berjalannya waktu hingga sekarang terus diwariskan secara turun temurun kepada masyarakat Bangka Belitung. Jadi, hampir semua masyarakat di Bangka Belitung ini bisa dan sering memasak lempah kuning dan sering mengonsumsi lempah kuning.”

Lempah kuning hingga saat ini menjadi simbol kebiasaan yang terus dilaksanakan oleh masyarakat Bangka Belitung dalam memenuhi kebutuhan fisiologis. Lempah kuning ini selalu dihidangkan pada setiap momen penting bahkan menjadi menu harian. Oleh karena itu dari generasi ke generasi mengetahui cara memasak lempah kuning ini. Namun, seiring berkembangnya zaman terdapat modifikasi pada bahan atau bumbu sebagai bentuk interaksi manusia dengan sesamanya maupun lingkungannya. 

(RP 4) Lempah Kuning Sebagai Simbol Kebersamaan, Kekeluargaan Pengikat Solidaritas Masyarakat Bangka Belitung

Lempah kuning saat ini tidak hanya hadir sebagai kuliner santapan sehari-hari saja akan tetapi lempah kuning selalu ada pada saat acara berkumpul dengan keluarga bahkan hari raya keagamaan. Lempah kuning sebagai simbol kebersamaan, kekeluargaan pengikat solidaritas masyarakat bangka belitung ini timbul berdasarkan kebiasaan masyarakat dalam menikmati kuliner ini. Menurut seorang budayawan dan sejarawan Bangka Belitung yaitu Bapak Akhmad Elvian, terdapat sebuah aturan budaya tertinggi tentang cara makan di Bangka Belitung ini yaitu, dengan istilah “Maken same-same” yang memiliki arti (makan bersama), kata “dudok ngelamper” yang memiliki arti (duduk lesehan), serta terdapat nilai budayanya yaitu cicik tegem, dan ambus. Kata “Cicik” itu memiliki arti kebencian, sementara kata “tegem” itu memiliki arti perkelahian atau perselisihan. Sedangkan kata “Ambus” itu memiliki arti lenyap.Jadi, bila digabungkan artinya apabila sudah dimulainya makan dan duduk bersama, segala kebencian dan perselisihan, lenyaplah sudah.” 

Aturan makan di Bangka Belitung adalah makan bersama dalam keadaan lesehan atau tanpa menggunakan kursi atau meja. Terkandung nilai budaya di dalamnya yang disebut ‘cicik  tegem’ yang berarti dengan makan bersama maka akan hilang kebencian dan dihindarkan dari perkelahian. Hal ini disebabkan pada saat proses makan bersama orang-orang atau masyarakat di Bangka Belitung akan saling bersilaturahmi, termasuk pada saat bersama-sama untuk menyantap hidangan lempah kuning ini. Dari makna simbolis tersebut, nilai budaya yang dapat disimpulkan adalah kebersamaan, kekeluargaan, dan solidaritas.

(RP 5) Lempah Kuning Sebagai Simbol Identitas Kuliner Masyarakat Kepulauan 

Bangka Belitung dikenal dengan provinsi yang berbentuk kepulauan, oleh karena itu lempah kuning identik dengan perilaku atau sikap konsumsi pada masyarakat di Bangka Belitung terhadap potensi hasil perairan sungai maupun laut di Bangka Belitung. Selain itu lempah kuning juga menggunakan bumbu-bumbu yang terdiri dari rempah rempah hanya bisa didapatkan dari hasil kebun masyarakat Bangka itu sendiri. Selain itu, ada penambahan berupa terasi, yang merupakan udang rebon fermentasi hasil laut dengan proses cukup panjang. Terasi (shrimp paste) merupakan produk awetan ikan ikan kecil atau rebon yang telah diolah melalui proses fermentasi, penggilingan atau penumbukan dan penjemuran (Sharif, 2008).

(RP 6) Lempah Kuning Simbol Pengetahuan Masyarakat Bangka Dalam Memasak 

Sebagaimana dipaparkan oleh seorang budayawan Bangka Belitung yaitu Bapak Sukardi, menjelaskan bahwa “Nenek moyang kita dulu sudah tahu bagaimana menghilangkan bau amis ikan, yaitu misalnya ditambahkan bumbu lain seperti serai, bumbunya lebih banyak. Artinya sejak zaman nenek moyang sudah mengerti bagaimana cara mengolah lempah kuning yang baik dan benar. Lempah kuning memiliki cita rasa asam pedas dari bumbu seperti asam jawa atau belimbing wuluh atau potongan nanas hingga tomat. Cita rasa ini bukan hanya sebagai penggugah selera tapi untuk mengurangi bau amis ikan, serta bentuk adaptasi masyarakat Bangka karena cuaca setempat.

(RP 7) Tradisi dan Budaya di Bangka Belitung

  1. Tradisi Nganggung 

Tradisi nganggung adalah kegiatan berkumpul dengan menyediakan makanan dari rumah masing – masing  kemudian dibawa menuju tempat  tertentu  (hajatan) untuk dimakan bersama setelah ritual agama dan tradisi ini dilakukan dalam rangka hajatan atau perayaan agama islam seperti hari  raya  idul  fitri,  idul adha,  ruah  kubur,  muharram,  maulid  nabi,  isra mi’raj,  dan  kebiasaan  seperti : penyambutan tamu, tahlilan, yasinan, selamatan kampung dan tradisi ini juga dilakukan pada saat ada salah satu warga meninggal dunia sebagai rasa bentuk duka cita. 

Makanan  akan dibawa dengan cara “dianggung” atau “dipapah di bahu,” menggunakan dulang yang dilapisi dengan tudung saji dari daun pandan atau daun nipah,  khas Bangka Belitung, yang berwarna cerah dan berbagai  motif.  Masyarakat  dengan  ikhlas  menyajikan  makanan  yang  mereka  bawa sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT dan sebagai cara untuk mempererat tali silaturahmi. 

  1. Tradisi Perang Ketupat

Tradisi  perang  ketupat  adalah salah satu tradisi turun – temurun dari   nenek moyang masyarakat Bangka Belitung. Perang ketupat ini biasanya dilakukan pada bulan Sya’ban atau sebelum masuknya  bulan  puasa. Tujuan tradisi ini  dilakukan untuk  meminta pertolongan  atau perlindungan dari roh – roh jahat atau makhluk halus dan terhindar dari hal – hal yang tidak diinginkan.

Daftar Pustaka : 

Syakhrani, A. W., & Kamil, M. L. (2022). Budaya dan kebudayaan: Tinjauan dari berbagai pakar, wujud-wujud kebudayaan, 7 unsur kebudayaan yang bersifat universal. Cross-border, 5(1), 782-791.

Arriyono dan Siregar, Aminuddi. Kamus Antropologi.(Jakarta : Akademik Pressindo,1985) hal. 4

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan, Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 1208.

Ferdiana, F., & Ferianda, A. (2020). Simbolisme Lempah Kuning Sebagai Daya Tarik Wisata Gastronomi Kabupaten Bangka. Studia Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(1), 4-9.

Kusherdyana, R. (2020). Pengertian Budaya, Lintas Budaya, dan Teori yang Melandasi Lintas Budaya. Pemahaman Lintas Budaya SPAR4103/MODUL, 1(1), 1-63.

Maryamah, M., Safitri, A., Bella, H. S., & Sabina, R. (2023). Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Islam Pada Tradisi Nganggung di Bangka Belitung. Jurnal Pendidikan Indonesia, 4(10), 1134-1147.

Putri, R. S., Apriyanti, A., & Sakni, A. S. (2020). Makna Tradisi Perang Ketupat dalam Tinjauan Filsafat Budaya di Desa Air Lintang Kecamatan Tempilang Kabupaten Bangka Barat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *