BABAK BELUR PERJUANGAN PEREMPUAN DALAM KESETARAAN PENDIDIKAN

Yusnia Indah Zainurrohmah, yusnia.indah.2301216@students.um.ac.id

Abstrak : Perjuangan perempuan tidak pernah mengenal kata kedaluwarsa. Jalan-jalan perjuangan penuh darah masih harus dilalui oleh perempuan abad ke-21 untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Melihat kondisi ini banyak pejuang perempuan mengkritik keras praktik diskriminasi gender di lingkungan pendidikan. Dengan berbagai tantangan yang dihadapi perempuan tidak pernah gentar untuk tetap maju membela haknya. Berbagai upaya pun dilakukan untuk memperoleh akses pendidikan yang sama dengan kaum laki-laki.

(RP1) Sebuah Catatan Kelam Menuju Masa Depan Cerah

            Sejarah mencatat perjuangan panjang perempuan dalam memerdekakan dirinya dari belenggu diskriminasi gender dalam pendidikan yang diwarnai berbagai macam rintangan dan pengorbanan. Selama berabad-abad, konstruksi sosial dan budaya patriarki telah mengkotakkan kehidupan perempuan sebatas kehidupan domestik rumah tangga. Perempuan sulit mendapatkan akses untuk mengembangkan sisi intelektual mereka dengan anggapan bahwa perempuan tidak membutuhkan pendidikan formal karena pada akhirnya perempuan hanya akan mengurus pekerjaan domestik rumah tangga.

            Degradasi kesetaraan perempuan dalam masyarakat mulai marak sejak datangnya era kolonial penjajahan Belanda. Sebelum era kolonial, posisi dan peranan wanita adalah sama dengan posisi dan peranan pria (Aliyah et al., 2018). Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pemimpin-pemimpin kerajaan di nusantara dengan gender perempuan. Kebangkitan perempuan era kolonial dimulai dari kesadaran RA Kartini terkait pentingnya pendidikan untuk kaum perempuan.

(RP2) Lahirnya Tokoh-Tokoh Perjuangan dari Kaum Wanita

            Di tengah kegelapan yang membelenggu kehidupan perempuan, lilin kesetaraan mulai dihidupkan. Kartini sebagai pelopor emansipasi wanita dengan kritis mengkritik budaya patriarki dan menekankan pentingnya pendidikan untuk kaum wanita. Dalam surat-suratnya kepada Stella Zeehandelaar, ia dengan penuh semangat menuliskan buah pikirannya terhadap kesetaraan perempuan.

            Selain Kartini, Dewi Sartika juga turut menghidupkan lilin untuk kesetaraan perempuan di Jawa Barat. Dewi Sartika memiliki kontribusi yang besar dalam memerangi buta huruf di Jawa Barat dengan mendirikan sekolah khusus perempuan. Sekolah yang didirikan oleh Dewi Sartika tidak hanya memberikan pendidikan formal kepada perempuan, namun juga membekali mereka dengan keterampilan yang berguna untuk kehidupan mereka. Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi perempuan, ia menerbitkan buku “Suluh Istri”.

            Perjuangan kaum perempuan tidak hanya dilakukan melalui aksi-aksi penyedian sekolah untuk perempuan. Perjuangan perempuan turut dilakukan melalui tulisan. Salah satunya adalah Rohana Kudus. Rohana Kudus sebagai jurnalis sangat aktif membahas masalah pendidikan dan perempuan dalam surat kabar Sunting Melayu. Ia menjadi simbol perlawanan terhadap diskriminasi dan memungkinkan perempuan untuk berkarya di dunia jurnalistik.

(RP3) Perjuangan yang Tak Pernah Padam

            Meski sudah melalui peradaban yang panjang dalam menyerukan kesetaraan pendidikan untuk perempuan. Isu kesetaraan gender tidak pernah usang untuk dibahas. Dengan banyak kemajuan yang sudah diraih dari masa lampau, tak membuat perjuangan perempuan dalam kesetaraan pendidikan mendekati kata usai. Akses pendidikan berkualitas masih sulit didapat oleh perempuan, terlebih mereka yang  hidup di daerah-daerah. Selain itu permasalahan kekerasan seksual dalam lingkungan pendidikan juga turut memperburuk perjuangan perempuan dalam mendapatkan haknya di bidang pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa dengan banyaknya vokal perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan, masyarakat masih kerap memandang perempuan berada di bawah laki-laki.

(RP4) Tantangan dan Hambatan

            Perempuan masih harus menghadapi berbagai rintangan dalam mendapatkan haknya atas pendidikan yang layak. Permasalahan seperti kekerasan seksual, perkawinan anak, dan diskriminasi gender masih menjadi momok yang menakutkan bagi mereka. Selain itu, faktor kemiskinan dan keterbatasan informasi juga masih menjadi masalah yang pelik bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Sangat sedikit perempuan yang berani berdiri dan menghadapi situasi yang sulit ini. Masih banyak dari mereka yang takut dengan budaya patriarki dan stigma masyarakat yang memandang rendah perempuan dengan pendidikan tinggi.

(RP5) Upaya Menuju Masa Depan yang Cerah

            Perjalanan yang penuh rintangan tidak menghambat perempuan untuk memperjuangkan hak mereka mendapat pendidikan berkualitas. Api perjuangan mereka masih terus menyala untuk menerangi masa depan yang cerah. Berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan akses pendidikan berkualitas, seperti pemberian beasiswa dan pembangunan sekolah di daerah-daerah terpencil. Sekolah-sekolah ini diharapkan dapat memberikan pencerahan dan cakrawala baru bagi perempuan yang selama ini terbelenggu untuk mendapatkan akses pendidikan. Upaya-upaya ini juga diiringi dengan pelatihan bagi guru untuk menciptakan pembelajaran sensitif gender. Para guru didorong untuk menciptakan suasana belajar yang inklusi dan aman bagi semua siswanya tanpa diskriminasi gender.

(RP6) Peran Penting Kolaborasi

            Mencapai kesetaraan pendidikan bagi perempuan membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Pemerintah, masyarakat sipil, komunitas, dan individu harus bekerja sama untuk menghancurkan hambatan yang dihadapi perempuan dan menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif untuk perempuan. Perjuangan perempuan untuk kesetaraan pendidikan bukan hanya untuk individu, namun juga untuk kemajuan bangsa dan negara.

(RP7) Masa Depan yang Penuh Harapan

            Perjuangan perempuan dalam meraih pendidikan berkualitas tidak boleh dihentikan apapun hambatannya. Dengan tekad yang kuat dan kolaborasi dari berbagai pihak bukan tidak mungkin di masa depan perempuan dapat berdiri sejajar dengan laki-laki. Karena sebagai penerus generasi, pendidikan berkualitas dapat meningkatkan potensi perempuan untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas pula.

Daftar Pustaka

Aliyah, I. H., Komariah, S., & Chotim, E. R. (2018). Feminisme Indonesia dalam Lintasan Sejarah. TEMALI : Jurnal Pembangunan Sosial, 1(2), 140–153. https://doi.org/10.15575/jt.v1i2.3296

AVENCAS S, A. (2021). PEMIKIRAN RADEN DEWI SARTIKA DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI INDONESIA TAHUN 1902-1947 [Other, UNIVERSITAS JAMBI]. https://repository.unja.ac.id/25740/

Hakim, R. (2011). PENDIDIKAN SUMATERA BARAT BERWAWASAN GENDER: LINTAS SEJARAH TAHUN 1890 – 1945. Kafa`ah: Journal of Gender Studies, 1(2), Article 2.

Iqbal, M. F., Harianto, S., & Handoyo, P. (2023). Transformasi Peran Perempuan Desa dalam Belenggu Budaya Patriarki. Jurnal ISIP: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 20(1), Article 1. https://doi.org/10.36451/jisip.v20i1.13

Pradita, S. M. (2020). Sejarah Pergerakan Perempuan Indonesia Abad 19 – 20: Tinjauan Historis Peran Perempuan dalam Pendidikan Bangsa. CHRONOLOGIA, 2(2), 12–27. https://doi.org/10.22236/jhe.v2i2.6060

Sumar, W. W. T. (2015). Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan. Jurnal Musawa IAIN Palu, 7(1), 158–182.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *