Arlintang Sekar Phambayun arlintang.sekar.2301216@students.um.ac.id
Rasa insecure atau tidak percaya diri akan sesuatu pasti dialami oleh semua orang tak terkecuali perempuan. Kaum wanita adalah sasaran empuk bagi rasa insecure karena faktor internal maupun eksternal. Tuntutan dalam masyarakat yang menghadirkan standar tidak manusiawi pada perempuan membuat banyak perempuan terus merasa kurang dalam dirinya. Entah kurang cantik, kurang berisi, kurang kurus, kurang tinggi, kurang mulus, kurang putih, dan standar gila lainnya. Media sosial juga merupakan akibat dari rasa insecure yang dirasakan perempuan. Saya kerap menjumpai komentar di media sosial seorang perempuan yang menyadari betapa jeleknya dia saat melihat foto perempuan lain yang cantik dan berkulit mulus seperti porselen. Padahal bukan begitu konsep dari media sosial. Ia hanya sarana untuk menebarkan momen-momen penting menurut seseorang.
Tapi dua faktor diatas sebenarnya bisa menjadikan rasa insecure menjadi motivasi untuk lebih percaya diri. Dengan tuntutan masyarakat yang ekstrem, perempuan yang tidak memenuhi standa menurut banyak orang dapat menciptakan standarnya sendiri dengan selalu merawat diri dan menjaga apa yang Tuhan berikan karena Tuhan menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna terlepas dari keterbatasan yang dialami oleh beberapa orang. Saat melihat konten di media sosial, perempuan yang sadar akan kecantikan dirinya akan merasa bersyukur ketika tidak dipuja-puja oleh banyak orang karena dalam Islam pujian yang datang terus menerus dapat mengakibatkan penyakit ain yang berdampak pada kehidupan manusia serta menanamkan pola pikir bahwa semua yang ada di media sosial adalah hanya dunia maya yang kita hanya melihat 1% saja dari 100% kehidupan orang lain. Sehingga apa yang kita lihat di media sosial terkadang bertolak belakang dengan kenyataan.