Penafsiran Kode Etik Jurnalistik : Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5

Penafsiran Kode Etik Jurnalistik : Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5

Danish Mirza Yuan,danish.mirza.2301216@students.um.ac.id.

Abstrak

Penafsiran Kode Etik Jurnalistik merupakan hal penting dalam memahami prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Artikel ini membahas penafsiran dari lima pasal awal Kode Etik Jurnalistik, yaitu Pasal 1 hingga Pasal 5. Pasal-pasal ini mencakup aspek-aspek kunci seperti kebenaran, integritas, keadilan, dan tanggung jawab sosial dalam praktik jurnalistik. Penafsiran yang tepat dari setiap pasal dapat membantu jurnalis memahami standar moral dan profesional yang harus diikuti dalam menjalankan tugas mereka.

RP1 Kode Etik Jurnalstik Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak bertindak buruk.Independen adalah ketika seseorang melaporkan peristiwa atau fakta sesuai keyakinan pribadinya, tanpa paksaan, paksaan atau pengaruh pihak lain, termasuk pers. Akurat didefinisikan sebagai sesuatu yang faktual dan relevan dengan skenario yang diinginkan. Keseimbangan dicapai dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak. Adanya itikad baik berarti tidak ada maksud jahat atau kerugian yang ditujukan semata-mata kepada pihak lain. Jurnalis dan profesional media yang berpartisipasi dalam penyebaran berita palsu atau konten yang tidak dapat diterima dapat berdampak buruk pada reputasi pribadi mereka. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya kepercayaan publik dan merugikan organisasi media, termasuk hilangnya pembaca atau pendengar, atau kerugian finansial(Jufrizal, 2019).

RP2 Kode Etik Jurnalistik Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pendekatan profesional yang disebutkan adalah jurnalis harus mengungkapkan identitas pribadinya kepada narasumber, menghormati hak privasi, dan tidak menerima suap. Selain itu, jurnalis di Indonesia juga harus menciptakan berita yang akurat dan memiliki sumber yang pasti. Rekayasa proses pengambilan gambar, foto, dan suara, serta keseimbangan informasi mengenai sumbernya, semuanya berkontribusi pada penyajian gambar, foto, dan informasi secara seimbang. Jurnalis harus menghormati pengalaman menyakitkan narasumber dengan menyajikan gambar, foto, suara, dan statistik, termasuk hasil liputan jurnalis lain sebagai miliknya. Penerapan metode tertentu mungkin dianggap tepat untuk pelaporan investigasi demi kepentingan publik(Jufrizal, 2019)

RP3 Kode Etik Jurnalistik Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Pengujian informasi adalah proses memverifikasi dan memverifikasi ulang keakuratan informasi. Keseimbangan adalah proses pelaporan secara proporsional kepada masing-masing pihak. Pendapat hakim merupakan penilaian pribadi seorang jurnalis. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat seorang jurnalis mengenai fakta. Prinsip asas praduga tak bersalah adalah tidak seorang pun boleh diadili. Dengan mengevaluasi informasi secara menyeluruh sebelum dipublikasikan, jurnalis berupaya menghindari penyebaran berita palsu, informasi tidak benar, atau misinformasi, yang semuanya dapat menimbulkan kebingungan dan kerusakan di masyarakat(Jufrizal, 2019).

RP4 Kode Etik Jurnalistik Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul. Kebohongan adalah sesuatu yang sudah diakui oleh jurnalis sebagai sesuatu yang tidak benar sehubungan dengan fakta yang terjadi. Fitnah adalah praktik melontarkan tuduhan palsu dengan niat jahat. Sadis ditandai dengan perilaku brutal dan konsisten. Cabul adalah penggambaran perilaku seksual melalui foto, gambar, suara, grafik atau tulisan yang semata-mata bertujuan untuk membangkitkan gairah. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip masa lalu, jurnalis akan mencantumkan periode waktu rekaman gambar dan suara tersebut. Media mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan opini publik dan perilaku masyarakat(Jufrizal, 2019). Membuat konten palsu, memfitnah, sadis, atau menyinggung dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap media, menimbulkan ketakutan atau kebencian di masyarakat, atau berdampak buruk pada nilai-nilai sosial.

RP5 Kode Etik Jurnalistik 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Identitas terdiri dari semua data dan informasi mengenai seseorang yang memfasilitasi pelacakan orang lain. Anak adalah seseorang yang berumur dibawah 16 tahun dan belum menikah. Di Indonesia, undang-undang perlindungan anak mengamanatkan bahwa informasi identitas anak, baik sebagai korban atau penjahat, tidak boleh diungkapkan untuk mencegah terjadinya dampak negatif. Pengakuan identitas korban atau pelaku, terutama dalam kasus perilaku asusila dan pelakunya adalah anak-anak, dapat menimbulkan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap individu di masyarakat, hal ini dapat berdampak buruk pada proses pemulihan korban dan kembalinya pelaku ke masyarakat(Jufrizal, 2019).

RP6 Kode Etik Jurnalistik 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Menyalahgunakan profesi adalah setiap perbuatan yang mengambil keuntungan pribadi dari informasi yang diperoleh selama bekerja sebelum informasi tersebut diumumkan kepada masyarakat. Suap adalah segala bentuk pemberian uang, benda atau bantuan dari pihak lain yang berdampak negatif terhadap independensi seseorang. Jurnalis yang profesional dan bertanggung jawab memahami bahwa tugas mereka adalah menyebarkan informasi yang akurat dan relevan kepada publik(Jufrizal, 2019). Mereka menghindari pemberitaan berita yang berdampak negatif terhadap reputasi profesi jurnalistik atau integritas media.

RP7 Kesimpulan

Dari penafsiran lima pasal awal Kode Etik Jurnalistik, dapat disimpulkan bahwa setiap pasal menekankan pentingnya prinsip-prinsip moral dan profesional dalam jurnalisme. Pasal 1 menegaskan kebutuhan akan kebenaran dan keakuratan informasi sebagai pijakan utama jurnalisme. Pasal 2 menyoroti pentingnya menjaga integritas dan independensi dalam melaporkan berita. Pasal 3 menekankan perlunya keadilan dan keseimbangan dalam penyajian informasi kepada masyarakat. Pasal 4 menyoroti pentingnya menjaga rasa hormat dan menghindari diskriminasi dalam penyiaran berita. Pasal 5 menekankan tanggung jawab sosial jurnalis dalam menyajikan informasi yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat. Dengan memahami dan menerapkan penafsiran yang tepat dari setiap pasal, jurnalis dapat menjalankan tugas mereka dengan integritas, kebenaran, dan keadilan, sehingga memperkuat kepercayaan publik terhadap profesi jurnalistik.

Daftar Pustaka :

Jufrizal, J. (2019). Implementasi Kode Etik Jurnalistik. SUSTAINABLE: Jurnal Kajian Mutu Pendidikan, 2(1), 128–153. https://doi.org/10.32923/kjmp.v2i1.985

Sulistyowati, F. (2013). Organisasi Profesi Jurnalis dan Kode Etik Jurnalistik. Jurnal ILMU KOMUNIKASI, 3(2). https://doi.org/10.24002/jik.v3i2.234

Adi, B. (2019). Kode Etik Jurnalistik: Tinjauan Kontekstual dan Implementasinya di Era Digital. Jurnal Penelitian Komunikasi, 22(2), 191-206.

Rachman, A. (2020). Urgensi Kode Etik Jurnalistik dalam Membangun Kualitas Media Siber di Indonesia. Jurnal Komunikasi Profesional, 6(2), 133-148.

Kusuma, D., & Sari, D. P. (2021). Etika Jurnalistik dalam Perspektif Kode Etik Jurnalistik. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Komunikasi, 1(1), 35-46.

Darmawan, A. (2018). Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Pemberitaan Berita Pemilu 2014 di Surat Kabar Lokal. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Media, 23(1), 1-14.

Wijayanto, T. (2019). Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Pemberitaan Politik di Indonesia (Analisis Isi Pemberitaan dalam Surat Kabar). Jurnal Kajian Media, 8(2), 142-157.

Kristanto, T. (2017). Tanggung Jawab Sosial Media dalam Perspektif Kode Etik Jurnalistik. Jurnal Komunikasi Islam, 7(2), 265-278.

Putra, I. G. (2020). Kode Etik Jurnalistik dalam Perspektif Komunikasi Bisnis. Jurnal Bisnis Terapan, 4(2), 171-184.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *