Depresi pada Siswa Remaja
Rahma Izzatul Hajjah
rahma.izzatul.2301216@students.um.ac.id
Abstrak Studi ini mengevaluasi peran sekolah dalam mencegah dan mengobati depresi pada remaja melalui berbagai program dan intervensi. Tujuan utama dari inisiatif ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang depresi di kalangan generasi muda serta meningkatkan manajemen emosi dan keterampilan pemecahan masalah mereka. Kegiatan seperti teknik pemantauan diri dan pelatihan manajemen emosi, termasuk terapi kelompok, dan peran aktif konselor sekolah sangat penting untuk mendukung kesehatan mental siswa. Konselor berperan sebagai penasihat, pendidik, dan fasilitator dalam pengembangan karakter dan kesejahteraan sosial siswa, serta akademik. Selain itu, penelitian ini juga menyoroti pentingnya meminimalkan intimidasi di lingkungan sekolah melalui pengembangan dan penerapan kebijakan anti-intimidasi yang efektif yang melibatkan seluruh personel sekolah. Dengan mengidentifikasi penyebab umum depresi pada Gen Z, Anda dapat: Intervensi sekolah harus secara proaktif mengatasi faktor-faktor ini, seperti tekanan teknologi, ketidakpastian ekonomi, dan ketidakstabilan politik.
Catatan Warna
Warna: menjelaskan tema utama
Warna: menjelaskan kondisi yang sekarang
Warna: menjelaskan ringkasan yang kita buat
(RP1) Peran Sekolah dalam Mencegah dan Menangani Depresi pada Siswa Remaja
Meningkatkan pengetahuan tentang deteksi dini dan pencegahan depresi pada siswa. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran di kalangan remaja tentang manfaat dan pentingnya mendeteksi dan mencegah depresi. Manfaat dari kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan remaja tentang pengertian, penyebab dan tanda-tanda depresi. Meningkatkan kesadaran di kalangan remaja tentang mencegah depresi dan mengembangkan sikap positif dan sehat.
(RP2) Pelatihan Manajemen Emosi
Modul pelatihan manajemen emosi, penyusunan modul pelatihan secara khusus ditujukan pada penanganan gangguan depresi dengan terlebih dahulu melakukan proses penilaian kebutuhan peserta penelitian. Metode atau teknik yang digunakan dalam modul pelatihan ini meliputi permainan, ceramah, simulasi, pemutaran film, presentasi, dan diskusi kelompok untuk memastikan peserta tidak merasa bosan dalam setiap sesi pelatihan. Pelatihan manajemen emosi ini juga menggunakan metode self-monitoring yang berfungsi sebagai sarana untuk mengubah perilaku subjek (Kazdin, 2001). Partisipan diminta memantau dan mencatat keadaan emosi yang dirasakan, gambaran situasi pemicunya, dan tingkat emosi yang terjadi. Pemantauan dan pencatatan ini dilakukan dengan tujuan membantu subjek menyadari respons emosionalnya sendiri. Pelatihan manajemen emosi yang dibuat oleh penulis dilakukan dengan menggunakan pendekatan kelompok.
(RP3) Peran Konselor Sekolah dalam Menangani Kecemasan dan Depresi pada Siswa Sekolah Menengah Atas
Peran Konselor Sekolah Beberapa peran konselor sekolah (Ar Noya & Salamor, 2020) adalah:
- Konselor sekolah sebagai penasehat. Artinya, konselor sekolah berkonsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memantau perkembangan siswa.
- Misalnya, konselor sekolah berperan penting sebagai pendidik yang berfokus pada siswa, terutama dalam praktik sehari-hari nilai-nilai karakter di lingkungan sekolah. Sebagai teladan bagi peserta didik, guru pembimbing juga merupakan teladan dalam hal kepribadian, penampilan, dan perilaku.
- Konselor sekolah berfungsi sebagai penyembuh/pemecah masalah dan memberikan layanan bimbingan dan konseling dengan penekanan khusus pada pengembangan karakter melalui bimbingan pribadi dan sosial. Dalam konteks ini, peran konselor dinilai dapat membantu mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan aspek pribadi dan sosial.
- Konselor sekolah bertindak sebagai penasehat/mediator. Sebab, pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama seluruh guru sekolah. Selain guru dan kepala sekolah, praktisi Pendidikan Karakter di luar sekolah seperti orang tua dan masyarakat juga dapat dilibatkan.
(RP4) Kesehatan Jiwa Remaja
Menurut WHO orang berusia antara 10 dan 19 tahun, pada tahap ini terjadi perubahan yang sangat cepat baik di bidang biologis dan hormonal, serta di bidang psikologis dan sosial. Dalam proses yang dinamis ini kita dapat mengetahui bahwa ciri-ciri remaja normal adalah:
- Tidak ada gangguan jiwa (psikopatologi) atau penyakit yang nyata, fisik serius,
- Dapat menerima perubahan yang dialami, baik aspek fisik, mental dan sosial,
- Fleksibel dalam mengekspresikan emosi dan penyelesaian masalah,
- Remaja mampu mengendalikan diri untuk membina hubungan baik dengan orang tuanya, guru, dan saudara kandung,
- Remaja mampu mengidentifikasi bagian-bagian emosi dan termasuk dalam lingkungan tertentu serta berperan dalam lingkungan tersebut.
Oleh karena itu, kesehatan mental remaja meliputi
- Bagaimana remaja berpikir tentang dirinya sendiri (mampu menerima dirinya apa adanya),
- Bagaimana perasaan remaja terhadap orang lain (bagaimana perasaan remaja terhadap orang lain).
- Mampu menerima segala sesuatu sebagaimana adanya.
(RP5) Pentingnya Mencegah Bullying di Sekolah
Untuk meminimalkan masalah intimidasi di sekolah, seluruh personel sekolah harus berpartisipasi dalam pengembangan kebijakan sekolah mengenai program anti-intimidasi. Proses pengembangan kebijakan untuk mencegah intimidasi di sekolah dapat dibagi menjadi lima tahap berbeda. Tahapan tersebut adalah: 1) kesadaran, 2) konsultasi, 3) persiapan rancangan dan transisi ke kebijakan akhir, 4) komunikasi dan implementasi, dan 5) pemeliharaan dan peninjauan (Sharp, 1994). Kebijakan sekolah secara umum harus menjadi inti dari semua upaya untuk mengatasi masalah intimidasi di sekolah. Kebijakan anti-bullying suatu sekolah harus mampu memberikan kerangka kerja yang jelas dalam melaksanakan intervensi, upaya pencegahan dan penyembuhan terhadap korban dan pelaku bullying.
(RP6) Penyebab Depresi pada Gen Z
Depresi pada Generasi Z merupakan topik kompleks yang telah banyak diteliti oleh para ahli. Beberapa teori bermunculan mengenai penyebabnya, antara lain:
- Generasi Z merupakan generasi yang mengalami depresi akibat tekanan penggunaan teknologi dan media sosial (Twenge et al, 2018).
- Teori Ketidakamanan Ekonomi Generasi Z banyak mengalami ketidakamanan ekonomi. Dalam hal ini, sulitnya mendapatkan pekerjaan yang stabil atau gaji yang tinggi menjadi salah satu penyebab generasi ini menderita depresi (McKee-Ryan et al, 2005).
- Teori Ketidakpastian Politik Konflik politik dan kurangnya stabilitas sosial juga mempengaruhi kesehatan mental Gen Z, bahkan ketakutan akan ketidakpastian di masa depan pada akhirnya meningkatkan risiko depresi (Kleiman & Liu, 2013).
- Teori Lingkungan Sosial Lingkungan seperti teman, keluarga, dan orang-orang di sekitar yang tidak mendukung berkontribusi terhadap depresi pada Gen Z (Hall & Liu, 2022).
Karena generasi ini telah mengalami perubahan lingkungan sosialnya akibat pengaruh interaksi sosial di dunia maya, maka Generasi Z mungkin akan kesulitan beradaptasi dengan kehidupan nyata jika terlalu terlibat di dunia maya.
(RP7) Cara mengatasi depresi dari sudut pandang guru
Gen Z adalah orang-orang yang berusia antara 8 dan 23 tahun, sehingga kelompok usia ini mencakup mereka yang masih mengenyam pendidikan. Masalah serius ini juga memerlukan pendekatan khusus, dan para ahli mengatakan guru dapat membantu mengatasi depresi. Depresi juga dapat ditangani melalui konseling, sehingga guru dapat mencoba mengatasi depresi dengan menjadi konselor (Davis 2005). guru tentunya mempunyai wewenang untuk mendidik siswanya, sehingga seorang guru dapat menjadi pengajar bagi siswa selama bersekolah. Itu sebabnya guru perlu memperhatikan apakah ada di antara siswanya yang menderita masalah kesehatan mental. Dalam hal ini guru harus melakukan konsultasi bersama. Selain orang tua yang perlu mewaspadai depresi pada anak, guru yang kini termasuk generasi Z juga punya ruang yang luas untuk mendidik siswanya agar terhindar dari depresi. Oleh karena itu, guru sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab untuk menghasilkan generasi terpelajar, cerdas, dan berpikiran sehat yang akan menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan.
Daftar Pustaka
Nurtanti, S., & Handayani, S. (2021). Peningkatan Pengetahuan Siswa Tentang Deteksi Dini dan Pencegahan Depresi di SMK Muhammadiyah Baturetno. Warta LPM, 24(1), 134-144.
Akbar, Z., & Afiatin, T. (2009). Pelatihan manajemen emosi sebagai program pemulihan depresi pada remaja korban gempa bumi. JIP (Jurnal Intervensi Psikologi), 1(1), 107-124.
Aristiya, N. P. A. W. D. Peran Konselor Sekolah dalam Menangani Kecemasan dan Depresi pada Siswa Sekolah Menengah Atas.
Indarjo, S. (2009). Kesehatan jiwa remaja. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1).
Gunawan, I. M. S. (2023). Pentingnya Upaya Pencegahan Bullying di Sekolah. At-Taujih: Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 1(2), 67-78.
Kaeng, A. T., & Siby, R. (2023). Mewaspadai Dampak Depresi pada Generasi Z. SUMIKOLAH: Jurnal Ilmu Pendidikan, 1(2), 50-58.